Metode Cost Driven Untuk Menentukan Value Driven Optimum Pada Agroindustri Tahu Berskala Rumah Tangga di Kota Mataram
Keywords:
pupuk organik granular, efektivitas pupuk, bahan alami lokal, dosis rekomendasiAbstract
Penetapan harga pokok produksi menjadi kebutuhan bagi setiap pengusaha untuk menetapkan harga pokok penjualan. Metode yang biasa digunakan adalah metode Cost Structure (CS), metode Activity Based Costing (ABC) dan metode Volume Cost Profit (VCP) yang kurang sesuai diterapkan pada perusahaan berskala rumah tangga seperti pada agroindustri tahu yang mana harga kedelai sebagai bahan baku berfluktuasi, sehingga menyulitkan dalam menetapkan harga jual. Solusi yang diusulkan pada asrtikel ini adalah metode cost driven untuk menentukan harga jual (value driven) optimal produk pada agroindustri tahu berskala rumah tangga. Metode penelitian yang digunakan adalah metode observasi, survey dengan wawancara langsung kepada pelaku usaha agroindustri tahu dan observasi di lokasi produksi. Sebagia responden adalah pemilik, pengelola atau pekerja pengolahan tahu di Kelurahan Kekalik Jaya Kecamatan Sekarbela dan di Kelurahan Abiantubuh Baru Kecamatan Sandubaya. Jumlah unit sampel pada masing-masing kelurahan ditetapkan dengan metode proporsional accidental sampling yaitu 27 unit sampel di Kelurahan Kekalik Jaya dan 13 unit sampel di Kelurahan Abiantubuh Baru dengan jumlah 40 unit sampel. Jumlah unit sampel ditetapkan dengan metode quota sampling. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sebagai penentu biaya (cost driven) dalam proses pengolahan biji kedelai menjadi tahu adalah biaya bahan baku biji kedelai, formulasi harga pokok produksi adalah 1,862 kali biaya bahan baku, sementara formulasi harga jual (value drieven) produk tahu adalah 1,862 hingga 2,121 kali biaya bahan baku dibagi jumlah produksi per proses produksi, sedangkan formulasi harga jual produk tahu optimal = 2,068 kali biaya bahan baku dibagi dengan jumlah produksi per proses produksiReferences
Bolland, M.D.A., Baker, M.J. 2000. Powdered granite is not an effective fertilizer for clover and wheat in sandy soils from Western Australia. Nutrient Cycling in Agroecosystems 56: 59 – 68.
Coroneos C., Hinsinger, P., Gilkes, R.J. 1996. Granite powder as a source of potassium for plants: a glasshouse bioassay comparing two pasture species. Fert. Res. 45: 143 – 152.
Coventry, R.J.,, Gillman, G.P., Burton, M.E., Mc Skimming, D., Burkett, D.C., Horner, N.L.R. 2001. Rejuvenating soils with MinplusTM, a rock dust and soil conditioner to improve the productivity of acidic, highly weathered soils’. (A 4. Report for RIRDC: Townsville, Qld).
Hinsinger, P., Bolland, M.D.A., Gilkes, R.J. 1996. Silicate rock powder: effect on selected chemical properties of a range of soils from Western Australia and on plant growth as assessed in a glasshouse experiment. Fert. Res. 45,:69 – 79.
Leonardos, O.H., Fyfe, W.S., Kronberg, B.I. 1987. The use of ground rocks in laterite systems: an improvement to the use of conventional fertilizers? Chem. Geol. 60: 361 – 370.
Leonardos, O.H., Theodoro, S.H., Assad, M.L. 2000. Remineralization for sustainable agriculture: a tropical perspective from a Brazilian viewpoint. Nutrient Cycling in Agroecosystems 56: 3 – 9.
Priyono, J. 2005. Effects of high energy milling on the performance of silicate rock fertilizers. Ph.D. Thesis, The University of Western Australia, Perth.
Priyono, J. 2021. Agrogeologi, pemanfaatan batuan sebagai pupuk dan ameliorant. Pustaka Bangsa, Mataram. 228p.
Priyono, J., Muthahanas. 2012. Pengembangan bio-pesticidal fertilizer berbasis sumber daya lokal. Lap. Penelitian HB-II. Kemenristek.